Ratusan Warga Desa Way Huwi, Jati Agung Mendatangi Sekretariat Ormas LMPI

LAMPUNG – Ratusan warga Desa Way Huwi, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, mendatangi Sekretariat Ormas Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI) di Jalan Jalur Dua, Kecamatan Sukarame, Bandar Lampung. Kedatangan mereka pada Kamis, 8 Januari 2025, sekitar pukul 10.30 WIB, bertujuan untuk meminta bantuan kepada LMPI dalam menangani sengketa tanah yang melibatkan lapangan olahraga dan tanah pemakaman umum di desa mereka, yang kini diklaim oleh PT. BTS, anak perusahaan PT. BW.

Masyarakat Desa Way Huwi berharap agar peta wilayah yang dikeluarkan oleh PT. BTS dan PT. BW segera dikaji ulang. Mereka merasa bahwa proses tersebut terlalu sepihak, karena pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Aparat Penegak Hukum (APH) hanya mendengarkan keterangan dari pihak PT. BTS tanpa mempertimbangkan klarifikasi dan bukti yang diajukan oleh masyarakat, termasuk keterangan dari saksi-saksi dan tokoh masyarakat setempat.

Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI) MARCAB Lampung Selatan, yang turut mendampingi kuasa hukum, mendapatkan dukungan penuh dari LMPI MADA Provinsi Lampung untuk membantu masyarakat Desa Way Huwi dalam memperjuangkan hak mereka. Mereka berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan melawan mafia tanah di Kabupaten Lampung Selatan.

Masyarakat Desa Way Huwi menegaskan bahwa tanah pemakaman umum dan lapangan olahraga adalah aset desa yang sangat penting bagi mereka. Lapangan olahraga tersebut telah lama digunakan oleh warga untuk berbagai kegiatan dan merupakan tempat bagi generasi muda untuk berprestasi. Menurut mereka, tanah ini tidak boleh diambil oleh pihak mana pun demi kepentingan pribadi.

Tukijo, mantan Sekretaris Desa Way Huwi yang menjabat pada tahun 1967, menyatakan kekecewaannya. Ia menjelaskan bahwa lapangan dan pemakaman umum sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dan telah ditata untuk kepentingan masyarakat setempat. “Saya sangat kecewa dengan pemerintahan modern ini, karena dahulu tidak ada gejolak, tapi mengapa sekarang diakui sebagai milik PT. BTS?” ujarnya dengan sedih.

Sakimin, salah satu warga setempat, juga menambahkan bahwa lapangan dan pemakaman umum Desa Way Huwi tidak pernah termasuk dalam lokasi PT. BTS berdasarkan peta asli dari tahun 1966. “Kenapa tanah ini sekarang diklaim milik PT. BTS pada 2024? Ini seperti merampas kemerdekaan kami sebagai warga Indonesia,” tegasnya.

Saryanto, Ketua Pemuda Desa Way Huwi, juga menyatakan kekesalannya. Ia menjelaskan bahwa lapangan tersebut sangat penting bagi para pemuda di desa mereka, yang telah menghasilkan pemain sepak bola berbakat yang bahkan telah bermain di liga profesional. “Jika lapangan ini hilang, para pemuda akan kehilangan tempat untuk beraktivitas dan kemungkinan akan terjerumus ke hal-hal negatif,” kata Saryanto.

Masyarakat Desa Way Huwi berharap agar Ormas LMPI Lampung dan MARCAB Lampung Selatan dapat membantu mereka dalam memperjuangkan hak atas tanah lapangan dan pemakaman umum yang selama ini menjadi aset desa. Mereka juga meminta pemerintah agar tidak hanya mendengarkan keterangan dari PT. BTS, tetapi juga mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh masyarakat.

Hairul A. Nasution, Ketua MARCAB LMPI Lampung Selatan, dengan tegas menyatakan bahwa LMPI siap membantu masyarakat Desa Way Huwi untuk merebut kembali tanah lapangan dan pemakaman umum yang diklaim oleh PT. BTS. “Insha Allah, kami akan memperjuangkan tanah ini untuk kembali menjadi milik Desa Way Huwi,” ujarnya.

Budi, Sekretaris MADA LMPI Lampung, yang mewakili Ketua MADA LMPI Lampung, menegaskan dukungan penuh kepada MARCAB LMPI Lampung Selatan dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat Desa Way Huwi. “Tidak ada yang boleh merebut tanah fasilitas umum ini,” ujarnya.

Dengan semangat kebersamaan, LMPI mengajak masyarakat untuk bersatu melawan mafia tanah yang merampas hak-hak warga. “NKRI HARGA MATI,” tutupnya dengan penuh semangat.

Rizky Agam Puas dengan Rekonstruksi Adegan Penembakan di Tol Tangerang-Merak

Tangerang – Rizky Agam (24), anak dari bos rental mobil yang menjadi korban penembakan di Rest…

Komisi IV DPRD Pesawaran Dampingi Anak Korban Kekerasan

Pesawaran – Kekerasan terhadap anak kembali terjadi. Seorang bocah di bawah umur dianiaya guru ngaji karena dituduh mencuri. Kasus ini mendapat perhatian serius Ketua Komisi IV DPRD Pesawaran Muhammad Rinaldi dan sejumlah anggota komisi lainnya.

Tindakan main hakim sendiri ini bermula saat korban MRA (9) dipaksa kawan-kawannya untuk mencuri. Jika tidak mau, maka korban akan dimusuhi. Karena takut akhirnya korban masuk ke rumah seorang ustadz di sebuah pondok pesantren di Desa Negeri Sakti, Kabupaten Pesawaran.

Apes, saat masuk area pondok, korban tertangkap pemilik kawasan pondok pesantren. Seorang ustadz kalap. Korban digebuki hingga babak belur. Tak puas, korban disundut besi panas di punggung, perut dan tangannya. Korban juga dipaksa mengaku nyolong duit Rp 10 juta.

“Begitu dapat laporan tentang kasus penganiayaan anak di bawah umur ini, saya langsung berkoordinasi dengan ibu Maisuri. Saya minta tolong untuk mengawal kasusnya. Malam itu juga Alhamdulillah dinas langsung turun untuk pendampingan korban,” ujar Rinaldi saat ditemui di lokasi kejadian.

Kepala Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Pesawaran Maisuri bergerak cepat.

“Malam itu kami langsung kirim staf untuk dampingi korban ke rumah sakit melakukan visum. Saat ini sedang dilakukan BAP oleh pihak kepolisian untuk proses hukumnya. Kami juga siap memberikan bantuan konsultasi psikiater apabila dibutuhkan oleh korban,” jelas Maisuri.

Menanggapi ini, Sekretaris Komisi IV, Yasser Syamsurya Ryacudu sangat menyayangkan kasus kekerasan pada anak di bawah umur yang terjadi di pondok pesantren.

“Praktek main hakim sendiri seperti ini kan menyalahi aturan hukum, apalagi ini korbannya anak-anak yang masih bisa dibina dengan teguran,” ujar Yasser. Informasi yang diterima, pondok pesantren tersebut ternyata belum berizin. (*)

Perambah Hutan Diduga Penyebab Konflik Manusia dan Satwa Liar yang Semakin Meluas

Tanggamus – Konflik antara manusia dan satwa liar kembali mencuat, terutama di kawasan hutan, kawasan register, dan taman nasional. Fenomena ini memang kerap terjadi, dan upaya penanggulangan dari petugas melalui berbagai cara sudah dilakukan, namun konflik tersebut masih sulit dihindari.

Salah satu contoh yang terjadi adalah di Kabupaten Tanggamus, tepatnya di Register 39, beberapa waktu lalu. Konflik antara manusia dan satwa liar menimbulkan korban jiwa serta kerusakan pada beberapa gubuk penggarap yang ada di kawasan tersebut.

Ari, seorang penggiat lingkungan dan kehutanan di Kabupaten Tanggamus, menjelaskan bahwa perambahan hutan menjadi salah satu faktor utama penyebab meningkatnya konflik antara manusia dan satwa liar. “Semakin sempitnya habitat hutan bagi satwa liar, seperti gajah dan harimau, menyebabkan mereka mencari wilayah baru, yang seringkali berbenturan dengan aktivitas manusia,” jelas Ari.

Menurutnya, konflik ini juga tidak bisa dipisahkan dari semakin meningkatnya jumlah populasi manusia. “Konflik biasanya terjadi di hutan yang menjadi tempat tinggal satwa liar, akibat perubahan fungsi hutan tersebut, di mana manusia mulai memasuki dan menetap di sana,” tambahnya.

Tidak hanya konflik antara manusia dan satwa liar, di Kabupaten Tanggamus juga terdapat banyak kawasan hutan register yang mengalami kerusakan. Salah satunya adalah kawasan Gunung Tanggamus, Register 30, yang kini sebagian besar gundul akibat alih fungsi lahan menjadi area pertanian sayuran. Kerusakan ini bahkan telah mencapai area pintu rimba.

Ironisnya, kondisi kritis Register 30 di Gunung Tanggamus tampak jelas ketika dilihat dari Kecamatan Gisting, menunjukkan betapa buruknya dampak perambahan hutan.

Ari mengingatkan, seharusnya pemerintah, dalam hal ini KPHL Kotaagung Utara, tidak hanya diam dan harus segera bertindak dengan melakukan edukasi kepada masyarakat yang tinggal di kawasan hutan serta memberikan bimbingan guna mencari solusi bersama.

Terakhir, Ari mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga kelestarian hutan dan satwa liar. “Mari kita jaga alam ini agar di masa depan tidak ada lagi konflik antara manusia dan satwa liar, serta kita terhindar dari potensi bencana alam yang bisa terjadi kapan saja. Menjaga kelestarian alam adalah tugas kita bersama, Salam Lestari!” serunya.

(Khoiri)

Istri Pengacara Korban Penembakan di Bone Diperiksa Polisi, Bawa Bukti Elektronik

Sulsel – Maryam (45), istri pengacara Rudy S. Gani (49), yang tewas ditembak oleh orang tak…

Tim Gabungan Pantau Pergerakan Gajah Liar di Sebrang Sungai Semaka, Tanggamus

Tanggamus – Tim gabungan yang terdiri dari Polsek Semaka, Polsek Wonosobo, anggota TNI Koramil Wonosobo, KPH, BKSDA, Polhut TNBBS, dan tokoh masyarakat setempat intensif memantau pergerakan kelompok gajah liar yang dikenal dengan nama “Bunga” di wilayah Sebrang Sungai Semaka, Pekon Tulung Asahan, pada Senin, 6 Januari 2025.

Kapolsek Semaka, AKP Sutarto, S.H., menjelaskan bahwa pemantauan dilakukan melalui sistem GPS pada pukul 15.00 WIB. Berdasarkan koordinat yang terpantau (-5.417617, 104.411978), kelompok gajah tersebut diketahui masih berada sekitar 400 meter dari Way Semaka dan berada di luar area permukiman warga.

“Tim telah siap siaga untuk menghalau kelompok gajah ini agar tidak memasuki pemukiman,” ungkap AKP Sutarto, yang bertindak mewakili Kapolres Tanggamus, AKBP Rivanda, S.I.K.

Untuk mencegah potensi konflik antara manusia dan satwa liar, Kapolsek menambahkan, tim gabungan tidak hanya melakukan pemblokadean di sekitar area, tetapi juga menggiring kelompok gajah tersebut ke dalam kawasan Hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Beberapa alat seperti petasan, suara, dan api digunakan untuk mengarahkan gajah kembali ke habitatnya.

Kapolsek juga menyebutkan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kepala Pekon Tulung Asahan untuk memberikan edukasi dan imbauan kepada warga agar tetap tenang dan tidak panik.

“Masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan mempercayakan penanganan sepenuhnya kepada tim satgas,” tambahnya.

Kelompok gajah “Bunga,” yang berjumlah 18 ekor, masih berada di lokasi tersebut dengan jarak sekitar 10 meter dari mahout (pawang gajah). Tiga mahout yang bertugas—Miskun, Gianto, dan Supri—terus berupaya menggiring gajah menuju arah yang lebih aman.

Langkah koordinasi ini menunjukkan solidaritas yang kuat antara TNI, Polri, BKSDA, dan masyarakat dalam mengatasi potensi konflik satwa liar di Kabupaten Tanggamus. Diharapkan, usaha ini dapat mengurangi potensi kerugian material serta menjaga keseimbangan ekosistem di kawasan tersebut.

[Khoiri]

Viral Kurir Ekspedisi di Lampung Diserang Usai Antar Paket COD yang Ditolak

Bandar Lampung – Sebuah insiden penyerangan terhadap seorang kurir ekspedisi atau jasa pengiriman paket terjadi di…

Gunung Semeru Alami Beberapa Erupsi, Kolom Letusan Mencapai 700 Meter

Peristiwa – Pada Sabtu (4/1) malam, Gunung Semeru mengalami beberapa kali erupsi dengan kolom letusan setinggi…

Niat Bisa Dapat Kerja, 7 Perempuan di Palembang Justru Tertipu Rp 25 Juta

Sumsel – Tujuh perempuan muda asal Palembang menjadi korban penipuan yang mengatasnamakan lowongan pekerjaan dengan janji-janji…

Kawanan Gajah Rusak 7 Rumah Warga di Kabupaten Tanggamus

Tanggamus, Lampung – Kawanan gajah liar kembali menyebabkan kerusakan di pemukiman warga di Blok 4 Reg 39, Kecamatan Bandar Negeri Semuong, Kabupaten Tanggamus, Kamis (2/1/2025) dini hari. Dalam kejadian tersebut, tujuh rumah semi permanen milik warga rusak, dengan satu rumah milik Parman mengalami kerusakan berat. Meskipun kerusakan cukup parah, tidak ada korban jiwa yang dilaporkan.

Kepala Bidang Humas Polda Lampung, Kombes Umi Fadillah Astutik, menjelaskan bahwa kawanan gajah tersebut memasuki kawasan pemukiman sekitar pukul 00.15 WIB. Beruntung, warga yang mendengar tanda-tanda kedatangan kawanan gajah segera menyelamatkan diri dan tidak menjadi korban.

“Tadi malam, kawanan gajah liar kembali memasuki permukiman warga. Tujuh rumah semi permanen mengalami kerusakan berat,” ungkap Umi.

Kawanan Gajah Rusak 7 Rumah Warga di Kabupaten Tanggamus
Foto: Khoiri/Lampung7

Dalam video yang beredar, terlihat rumah-rumah berbahan kayu milik warga porak-poranda akibat amukan kawanan gajah tersebut. Kejadian ini mengingatkan kembali akan potensi bahaya yang ditimbulkan oleh konflik antara manusia dan satwa liar.

Pihak kepolisian bersama berbagai pihak terkait kini tengah melakukan pendataan kerusakan dan merumuskan solusi untuk menangani konflik ini. Umi juga menyebutkan bahwa pihaknya telah menggelar rapat darurat dengan TNI, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dan pemerintah daerah.

“Rapat ini bertujuan mencari solusi jangka pendek dan panjang agar kejadian serupa tidak terulang. Kami sudah melakukan koordinasi dengan TNI, TNBBS, BKSDA, dan pemerintah daerah. Langkah mitigasi sedang kami rumuskan,” jelasnya.

Dalam upaya mengatasi masalah ini, pihak terkait berencana untuk mendorong kawanan gajah agar kembali ke habitat alaminya di kawasan hutan lindung. Pemerintah daerah juga sedang menyiapkan bantuan untuk warga yang terdampak akibat kejadian ini.

Kejadian ini kembali menegaskan pentingnya keseimbangan antara pelestarian habitat satwa liar dan perlindungan terhadap permukiman manusia. Untuk itu, langkah-langkah mitigasi yang cepat dan tepat sangat diperlukan agar konflik ini tidak terus berulang di masa depan.

[Khoiri]