Prahara WN China Selipkan Duit 500 Ribu ke Imigrasi

Jakarta – Viral sebuah video yang memperlihatkan seorang warga negara China yang menyelipkan uang Rp 500…

Siswi di Solo Lompat ke Sungai Bengawan Solo, Diduga karena Masalah Asmara

SOLO – Seorang siswi warga Kampung Nayu, Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari, Solo, Jawa Tengah mencoba melakukan…

Istri Pimpinan Ponpes di Jaktim Pernah Pergoki Suaminya Cabuli Santri Laki-laki

Jakarta – Seorang pimpinan Pondok Pesantren Ad-Diniyah di Duren Sawit, Jakarta Timur, berinisial C (47 tahun),…

Pembongkaran Pagar Laut di Tangerang Hadapi Kendala: Sudah Tertancap Dalam, Laut Dangkal

TANGERANG — Kepala Dinas Penerangan TNI AL (Kadispenal), Laksamana Muda Wira Hady, mengungkapkan beberapa kendala yang…

RDP DPRD Lamsel Dengan Warga Desa Way Huwi: Anggota Komisi I Sebut Kejaksaan Biar Sekalian Geledah

Lampung Selatan — Konflik agraria di Desa Way Huwi, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel) masih berlanjut. Hal ini terlihat saat warga setempat, bersama tokoh adat dan pemerintah desa mendatangi kantor DPRD Lampung Selatan pada Selasa (14/1/2025).

Kehadiran mereka untuk memperjuangkan keberadaan lapangan sepak bola dan area pemakaman yang telah lama digunakan sebagai fasilitas umum oleh masyarakat desa Way Huwi.

Masalah ini bermula dari klaim Hak Guna Bangunan (HGB) yang diajukan oleh PT. BTS, anak dari perusahaan CV. Bumi Waras (BW). Klaim tersebut dinilai mengabaikan aset yang selama ini digunakan oleh masyarakat.

Salah satu anggota Komisi I DPRD Lampung Selatan, Dwi Riyanto dari fraksi partai Gerindra pada Rapat Dengar Pendapat itu mengatakan bahwa, peta lokasi pada HGB PT BTS awalnya masih masuk Tanjung Bintang, termasuk HGB yang dikeluarkan oleh BPN.

Menurut Dwi Riyanto pihaknya (DPRD) pada RDP itu hanya mempertemukan atau menjembatani para pihak yang berkepentingan, “Dan kami juga bukan eksekutor yang bisa memutuskan permasalahan ini,” paparnya.

Semua para pihak tambah dia, harus duduk bersama disini, namun disayangkan ,BPN tidak hadir, harusnya BPN hadir dan juga termasuk PT BTS supaya bisa duduk bersama menyelesaikan masalah ini, kenapa bisa seperti ini.

Ia pun mengapresiasi perjuangan masyarakat Way Huwi yang dinilai sudah luar biasa, bahkan sudah laporkan ke Wapres, DPD RI dan DPR RI.

Bahkan Dwi Riyanto sempat menyebutkan bahwa saat ini pihak kejaksaan sedang bongkar-bongkar mafia hukum.

“Ini juga di Lampung kan lagi ada penggeledahan di BPN oleh Kejaksaan ya, memang lagi ada bongkar bongkar urusan mafia tanah gitu ya. Untuk desa Way Huwi ya sudahlah sekalian (geledah) biar bisa diungkap , kenapa permasalahan bisa seperti ini,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Desa Way Huwi, Muhammad Yani, menjelaskan bahwa lahan tersebut sudah menjadi milik desa sejak tahun 1968, termasuk tanah pemakaman yang telah digunakan oleh masyarakat setempat. Ia juga menyebutkan adanya kesalahan dan dugaan malpraktik dalam proses penerbitan HGB untuk PT BTS.

“Kami meminta agar HGB yang diberikan kepada perusahaan tersebut tidak diperpanjang dan pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini,” kata M. Yani.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa masalah ini bukan hanya terjadi di Desa Way Huwi, tetapi juga di beberapa daerah lain di Lampung.

“Ada oknum mafia tanah yang terlibat dalam praktik ilegal yang merugikan masyarakat dan negara,” tegasnya.

Kades Way Huwi juga mendesak Presiden, Menteri ATR/BPN, dan Satgas Mafia Tanah untuk segera menindaklanjuti masalah ini sesuai dengan visi misi Pemerintah yang ingin memberantas mafia tanah di seluruh Indonesia.

Muhammad Yani mengungkapkan bahwa, menurut peta situasi rencana pemberian SHGB pada tanggal 10 April 1996 dan peta izin lokasi pada tanggal 3 mei 1996 lapangan sepak bola dan pemakaman tersebut sudah dikeluarkan bersamaan dengan kantor TVRI oleh BPN Lampung Selatan aneh nya pada tanggal 28 Agustus 1996 tanah lapangan olah raga masuk didalam peta SHGB PT. BTS. Lapangn sepak bola dan tanah kuburan telah gunakan jauh sebelum PT. BTS hadir. Masyarakat juga menduga adanya indikasi praktik mafia tanah yang melibatkan pihak-pihak tertentu.

“Proyek real estate yang diajukan oleh PT. BTS tidak pernah terealisasi sudah 29 tahun, namun sekarang tanah yang kami gunakan untuk fasilitas umum malah diklaim,” jelas Muhammad Yani.

Mantan Kapolda Lampung sekaligus Tokoh adat Lampung dan Tokoh Masyarakat, Irjen Pol. (Purn) Drs. H. Ike Edwin, SH., MH., MM., yang turut hadir juga menjelaskan sejarah tanah tersebut. Ia menyebutkan bahwa tanah tersebut merupakan tanah adat Kedamaian yang dihuni sejak 1939 oleh masyarakat transmigran dari Pulau Jawa.

Pada tahun 1970-an, Sekdes bersama Kepala Desa mengajukan tanah tersebut untuk digunakan sebagai lapangan sepak bola dan pemakaman, yang disetujui pemerintah tanpa ada masalah.

“Kenapa pada 1996 CV. BW tiba-tiba mengajukan izin HGB dan memagar tanah tersebut? Yang lebih aneh, peta BPN tidak mencantumkan lapangan dan makam yang sudah ada,” kata Ike Edwin.

Ia juga menambahkan bahwa pada tahun yang sama, izin HGB diterbitkan sebanyak tiga kali untuk area seluas 350 hektare, yang semakin menimbulkan pertanyaan besar bagi masyarakat.

Ketua Komisi I DPRD Lamsel, Agus Sartono yang di dampingi Wakil Ketua Komisi I, Jenggis Khan Haikal dan beberapa Anggota dari Komisi I, menyatakan dukungannya terhadap perjuangan warga. Ia menyoroti perlunya kejelasan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait penerbitan izin HGB tersebut.

“Kami akan memanggil BPN dan pihak PT. BTS untuk mencari solusi. Mengapa HGB diterbitkan di atas tanah yang sudah lama digunakan masyarakat? Pihak BPN dan perusahaan harus menyelesaikan masalah ini dengan hati nurani,” tegas Agus.

Agus Sartono optimis bahwa perjuangan masyarakat ini akan berakhir dengan solusi yang baik, agar fasilitas umum yang telah lama digunakan oleh warga dapat tetap dipertahankan.

Sementara itu, salah satu anggota Komisi I Dwi Riyanto dari fraksi partai Gerindra mengatakan bahwa, peta lokasi pada HGB PT BTS awalnya masih masuk Tanjung Bintang, termasuk HGB yang dikeluarkan oleh BPN.

Rapat Dengar Pendapat itu, menurut Dwi Riyanto pihaknya (DPRD) hanya mempertemukan para pihak yang berkepentingan, “Dan kami juga bukan eksekutor yang bisa memutuskan permasalahan ini” paparnya.

Namun disayangkan ,BPN tidak hadir, harusnya BPN hadir dan juga termasuk PT BTS supaya bisa duduk bersama menyelesaikan masalah ini, kenapa bisa seperti ini.

Ia pun mengapresiasi perjuangan masyarakat Way Huwi yang dinilai sudah luar biasa, bahkan sudah laporkan ke Wapres, DPD RI dan DPR RI.

“Ini juga di Lampung kan lagi ada penggeledahan di BPN oleh Kejaksaan ya, memang lagi ada bongkar bongkar urusan mafia tanah gitu ya. Untuk desa Way Huwi ya sudahlah sekalian (geledah) biar bisa diungkap , kenapa permasalahan bisa seperti ini,” ujarnya. (*)

Amuri akan Segera Laporkan Oknum yang Mengaku Pimpinan Media Tintainformasi.com dan Melakukan Pemerasan

Bandar Lampung Amuri, Pemimpin Redaksi Media Tintainformasi.com, dengan tegas membantah tuduhan yang beredar di media online terkait permintaan sejumlah uang oleh pihak yang mengaku sebagai pemimpin redaksi Media Tinta, kepada warga Kampung Wonorejo, Kecamatan Penawar Aji, Kabupaten Tulang Bawang. Pemberitaan tersebut beredar setelah kasus viral mengenai oknum guru honorer di SDN 1 Karya Makmur, bernama Widi, yang diduga terlibat mesum dengan seorang pria bernama Teguh di kebun sawit pada Sabtu malam, 11 Januari 2024.

“Saya tegaskan, bahwa kami dari Media Tintainformasi.com tidak pernah menerima uang atau dihubungi oleh pihak yang disebutkan dalam pemberitaan tersebut. Kami meminta agar aparat penegak hukum segera menelusuri siapa oknum yang mengaku sebagai pimpinan Media Tintainformasi dan memeras dengan dalih meminta uang, serta mengambil tindakan tegas sesuai hukum yang berlaku. Perbuatan ini jelas mencemarkan nama baik Media Tintainformasi,” tegas Amuri pada Kamis, 16 Januari 2025.

Amuri juga menyebutkan bahwa ia curiga perbuatan oknum tersebut bukan yang pertama kalinya.

“Tindakan seperti ini tidak hanya merusak reputasi profesi wartawan, tetapi juga mencemarkan nama baik Media Tintainformasi. Oleh karena itu, kami akan melaporkan oknum yang mengaku sebagai pimpinan kami ke pihak berwenang agar segera ditindak,” ujar Amuri, yang didampingi oleh Wakil Pemimpin Redaksi, Suryanto.

Pemberitaan sebelumnya mencuat mengenai penangkapan Widi, seorang guru honorer, yang diduga selingkuh dengan Teguh di kebun sawit. Keluarga Widi kemudian menghubungi awak media dan meminta agar masalah tersebut tidak diperpanjang, dengan menawarkan uang sebesar Rp 2.500.000,- sebagai solusi.

Awak media dan tim yang terlibat menegaskan bahwa mereka tidak menerima uang tersebut guna menghindari pelanggaran hukum. Beberapa hari kemudian, tepatnya pada Jumat, 10 Januari 2025, Lilik (ibu dari Widi), yang juga Kepala SDN 1 Karya Makmur, menghubungi awak media dan mengatakan bahwa uang sebesar Rp 2.500.000,- telah dikirim ke nomor rekening 539701033536533 Bank BRI atas nama Firzi Akbar Lufti S., yang disebutkan oleh seseorang yang mengaku sebagai Ahmad Wahid atau Fahrudin, yang mengklaim sebagai pimpinan Media Tintainformasi.com. Lilik mengirimkan bukti percakapan WhatsApp yang menunjukkan bahwa uang tersebut dikirim dengan harapan agar berita tersebut dihapus.

Hal tersebut tentu saja membuat awak media dan tim terkejut karena merasa tidak pernah meminta dan menerima uang dari siapapun,

Namun Lilik mengatakan bahwa Uang tersebut sudah dikirim atas permintaan Ahmat Wahid yang mengaku ketua wartawan, “Ini bung saya kirim bukti WhatsApp (WA) saya kepada nya,” kata Lilik.

”Maaf buk saya pimpinan media tinta buk Ahmad wahid.. Rombongan kami kemaren mobil merah alhamdulillah sudah saya bilangin buk ikut saya,”

”Saya pemimpin saya pimpinan mereka yang bisa hapus berita dan terbitkan berit media Tinta nama Saya A.Wahid/Fahrudin wartawan kami semua sudah saya ceramahin udh selesai buk,”

” Asalamualaikum buk. Jam berapa mau dikirim kawan kawan udah tanya ke saya buk maaf ya,”

”Jam berapa buk,”

”No rekening dikirim sekarang apa buk”

”Mintak tolong buk kepala sekolah hari ini.”

” Saya kirim rekening ya buk sekarang,”

”Sudah bisa dikirim mintak tolong buk malu saya sudah menge iyakan ke rombongan saya,”

”Tanggung saya jadi mohon maaf mintak tolong buk.”

”Iya buk kepala sekolah kami tunggu betul. Hari ini mohon dikirim,”

”Saya mintak tolong dengan sangat buk pada nunggu buk”

”Tolong buk”

”AS buk lilik”

”Kami kirim no bendahara kami buk”

”Kalau udah mau ngirim WA buk nanti dikirim rekening nya”

”Mau dikirim sekarang buk”

”539701033536533 BRi Firzi Akbar Lufti S. Ini bendahara kami buk tolong bukti di fotokan buk terimakasih”

”Kalau sudah mintak bukti fotonya buk biar kawan jelas”

”Kami ke kawan”

”Belum ya buk”

”Buktinya buk”

”Tolong difoto buk”

Lilik; ”Ini buktinya bung”

”Siap buk”

”Makasih buk”

Namun, pihak media Tintainformasi.com membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa mereka tidak pernah meminta atau menerima uang dari siapapun terkait dengan berita tersebut. Hingga saat ini, oknum yang mengaku bernama Ahmad Wahid/Fahrudin, yang disebut-sebut sebagai pimpinan media, masih belum diketahui identitasnya dan diduga melakukan pemerasan dengan meminta uang untuk menghapus berita.

Kami dari Media Tintainformasi.com akan segera melaporkan peristiwa ini kepada aparat penegak hukum dan berharap agar pelaku segera ditangkap dan diberi sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. (Red)

Gelar Aksi Damai Ribuan Pegawai Honorer Depan Kantor Pemkab Tanggamus

Tanggamus – Ribuan Lebih pegawai Honorer berstatus R2 dan R3 PPPK di Tanggamus Gelar Aksi Damai di Lapangan Pemkab Tanggamus.Rabu,(15/01/25).

Ada 6 point tuntutan

Dalam orasinya, Sarjito korlap aksi berharap kepada Pemkab Tanggamus untuk lebih memperhatikan nasip para tenaga honorer yang sudah mengabdi selama bertahun-tahun, namun belum ada kejelasan nasip mereka, apakah mereka akan diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K)

Menurut dia, selama ini forum honorer tidak pernah mengelar aksi, selama itu mereka selalu mengikuti arahan dan mengabdi sebagai pelayan masyarakat dengan harapan pemerintah daerah akan memperhatikan nasip mereka, dan mengangkat mereka menjadi P3K penuh waktu.

Salah satu peserta aksi dari tenaga kesehatan menyampaikan harapan mereka agar mereka bisa diangkat sebagai pegawai P3K penuh, mengingat dirinya sudah mengabdi selama belasan tahun namun belum ada kejelasan nasip mereka.

Berikut 6 poin tuntutan mereka..
1.Segera sahkan RPP manajemen ASN turunan UU 20 tahun 2023 tentang ASN dan mengakomodasi honorer database BKN (R2, R3) dalam sistem PPPK penuh waktu bukan hanya paruh waktu.

2.Terbitkan Keputusan Presiden (Keppres) pengangkatan tenaga non-ASN database BKN ke PPPK full time.

3.Menolak rekrutmen CPNS 2025 sebelum pengangkatan non-ASN database BKN (R2, R3) sebagai PPPK full time.

4.Segera revisi UU 1 tahun 2022 tentang hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang mengatur tidak boleh melewati 30% belanja pegawai. Honorer meminta agar dilakukan revisi yang memberikan ruang lebih besar bagi pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS atau PPPK.

5.Tenaga non-ASN database BKN (R2, R3) menolak diangkat sebagai PPPK paruh waktu dan meminta agar status honorer dinaikkan menjadi PPPK penuh waktu.

6.Pengangkatan non-ASN database BKN (R2, R3) wajib berdasarkan masa kerja, serta menuntut agar pengangkatan sebagai PPPK full time didasarkan pada masa kerja yang panjang dan kontribusi nyata di berbagai sektor.

Setelah sekian lama berorasi, perwakilan aksi beraudensi bersama pemkab tanggamus dan perwakilan angota DPRD tanggamus.

Sukisno selaku Asisten satu mewakili PJ.Bupati Tanggamus dan Sekda kab menjelaskan,menurut peraturan undang-undang kementrian RI no 16 tahun 2025 pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Tanggamus akan membantu semaksimal mungkin mengenai tuntutan para honorer R2 dan R3 untuk menjadi PNS bukan hanya PPPK,tegasnya.

Terpisah Ketua DPRD Kabupaten Tanggamus Agung Setyo Utomo menangapi usulan perwakilan honorer yang sudah melakukan audiensi di ruang rapat Bupati Tanggamus,kami selalu melakukan pembahasan terkait masalah tenaga honorer, namun selalu terbentur dengan anggaran yang tidak mencukupi.

“,Terkait adanya aksi yang di adakan Para honorer hari ini,memang sering kita bahas di DPRD di saat kami rapat pembahasan kenapa 220 berbeda dengan Kabupaten Pringsewu,kmai di DPRD baik dari komisi maupun di badan anggaran kami ingin mendorong supaya pegawai honorer ini sejahtera,tapi apa yang menjadi PR kita selalu selalu di hadapkan kemampuan keuangan daerah”, tutup nya.
[Khoiri]

Kini Warga Desa Way Huwi juga Mengadu ke Komisi I DPRD Lampung Selatan

Lampung Selatan — Konflik agraria di Desa Way Huwi, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel) masih berlanjut. Hal ini terlihat saat warga setempat, bersama tokoh adat dan pemerintah desa mendatangi kantor DPRD Lampung Selatan pada Selasa (14/1/2025).

Kehadiran mereka untuk memperjuangkan keberadaan lapangan sepak bola dan area pemakaman yang telah lama digunakan sebagai fasilitas umum oleh masyarakat.

Masalah ini bermula dari klaim Hak Guna Bangunan (HGB) yang diajukan oleh PT. BTS, anak dari perusahaan CV. Bumi Waras (BW). Klaim tersebut dinilai mengabaikan aset yang selama ini digunakan oleh masyarakat.

Diketahui sebelumnya, Kepala Desa Way Hui, Muhammad Yani, menjelaskan bahwa lahan tersebut sudah menjadi milik desa sejak tahun 1968, termasuk tanah pemakaman yang telah digunakan oleh masyarakat setempat. Ia juga menyebutkan adanya kesalahan dan dugaan malpraktik dalam proses penerbitan HGB untuk PT BTS.

“Kami meminta agar HGB yang diberikan kepada perusahaan tersebut tidak diperpanjang dan pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini,” kata M. Yani.

Masyarakat menduga adanya praktik mafia tanah dalam kasus ini

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa masalah ini bukan hanya terjadi di Desa Way Huwi, tetapi juga di beberapa daerah lain di Lampung.

“Ada oknum mafia tanah yang terlibat dalam praktik ilegal yang merugikan masyarakat dan negara,” tegasnya.

Kades Way Hui juga mendesak Presiden, Menteri ATR/BPN, dan Satgas Mafia Tanah untuk segera menindaklanjuti masalah ini sesuai dengan visi misi Pemerintah yang ingin memberantas mafia tanah di seluruh Indonesia.

Muhammad Yani mengungkapkan bahwa, menurut peta situasi rencana pemberian SHGB pada tanggal 10 April 1996 dan peta izin lokasi pada tanggal 3 mei 1996 lapangan sepak bola dan pemakaman tersebut sudah dikeluarkan bersamaan dengan kantor TVRI oleh BPN Lampung Selatan aneh nya pada tanggal 28 Agustus 1996 tanah lapangan olah raga masuk didalam peta SHGB PT. BTS. Lapangn sepak bola dan tanah kuburan telah gunakan jauh sebelum PT. BTS hadir. Masyarakat juga menduga adanya indikasi praktik mafia tanah yang melibatkan pihak-pihak tertentu.

“Proyek real estate yang diajukan oleh PT. BTS tidak pernah terealisasi sudah 29 tahun, namun sekarang tanah yang kami gunakan untuk fasilitas umum malah diklaim,” jelas Muhammad Yani.

Mengadu ke DPRD Lamsel Tuntut Pembatalan Klaim Lahan

Kini Warga Desa Way Huwi juga Mengadu ke Komisi I DPRD Lampung Selatan
Foto: Istimewa

Mantan Kapolda Lampung sekaligus Tokoh adat Lampung dan Tokoh Masyarakat, Irjen Pol. (Purn) Drs. H. Ike Edwin, SH., MH., MM., yang turut hadir juga menjelaskan sejarah tanah tersebut. Ia menyebutkan bahwa tanah tersebut merupakan tanah adat Kedamaian yang dihuni sejak 1939 oleh masyarakat transmigran dari Pulau Jawa.

Pada tahun 1970-an, Sekdes bersama Kepala Desa mengajukan tanah tersebut untuk digunakan sebagai lapangan sepak bola dan pemakaman, yang disetujui pemerintah tanpa ada masalah.

“Kenapa pada 1996 CV. BW tiba-tiba mengajukan izin HGB dan memagar tanah tersebut? Yang lebih aneh, peta BPN tidak mencantumkan lapangan dan makam yang sudah ada,” kata Ike Edwin.

Ia juga menambahkan bahwa pada tahun yang sama, izin HGB diterbitkan sebanyak tiga kali untuk area seluas 350 hektare, yang semakin menimbulkan pertanyaan besar bagi masyarakat.

Ketua Komisi I DPRD Lamsel, Agus Sartono yang di dampingi Wakil Ketua Komisi I, Jenggis Khan Haikal dan beberapa Anggota dari Komisi I, menyatakan dukungannya terhadap perjuangan warga. Ia menyoroti perlunya kejelasan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait penerbitan izin HGB tersebut.

“Kami akan memanggil BPN dan pihak PT. BTS untuk mencari solusi. Mengapa HGB diterbitkan di atas tanah yang sudah lama digunakan masyarakat? Pihak BPN dan perusahaan harus menyelesaikan masalah ini dengan hati nurani,” tegas Agus.

Agus Sartono optimis bahwa perjuangan masyarakat ini akan berakhir dengan solusi yang baik, agar fasilitas umum yang telah lama digunakan oleh warga dapat tetap dipertahankan.

Ratusan tenaga Guru Honorer Gelar Aksi Damai, Adukan Nasibnya di Pemkab Way Kanan

Way Kanan – Ratusan tenaga honorer di Kabupaten Way Kanan menggelar aksi damai pada Selasa (14/01/2025), mempertanyakan nasib mereka serta menyuarakan kekecewaan terkait ketidaklulusan seleksi PPPK meskipun telah mengabdi selama lebih dari 10 tahun. Aksi ini ditujukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Way Kanan.

Keberadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) masih jauh dari tuntas, dan status P3K paruh waktu hingga kini menjadi polemik. Program yang awalnya diharapkan menjadi solusi bagi tenaga honorer justru menimbulkan ketidakpastian, baik dalam hal regulasi maupun implementasinya.

Pengumuman hasil seleksi PPPK tahap 1 telah dirilis, dan banyak tenaga honorer yang menerima kode R2 dan R3. Mereka yang telah lama mengabdi, khususnya yang masuk dalam kategori R2 dan R3, merasa bingung karena belum ada kejelasan mengenai pengangkatan mereka sebagai P3K. Hal ini menimbulkan keresahan di berbagai daerah.

Tidak seimbangnya jumlah tenaga honorer dengan kuota formasi yang disediakan untuk P3K menyebabkan banyak honorer tidak mendapatkan tempat. Situasi ini memicu berbagai aksi dari tenaga honorer, termasuk di Kabupaten Way Kanan, Lampung.

Para honorer dengan kode R2 dan R3 menuntut keadilan dari pemerintah daerah. Berdasarkan KepmenPAN-RB No 347 Tahun 2024, R2 diperuntukkan bagi mantan tenaga honorer II (eks THK-II), sementara R3 adalah untuk peserta non-ASN yang terdaftar. Namun, kedua kategori ini belum bisa diangkat menjadi PPPK penuh waktu, yang membuat para honorer merasa dianaktirikan.

“Bagaimana nasib kami yang R2 dan R3, Pak? Tolong jangan tutup mata dan telinga, berikan kejelasan dan solusi,” ujar salah satu peserta aksi damai.

Mereka merasa tenaga honorer dengan kode R2 dan R3 dipinggirkan, sehingga tenaga honorer yang baru saja mengabdi, dengan masa kerja kurang dari 5 tahun, justru diutamakan.

“Nasib R3 dan R2, tolong selesaikan, Pak pemerintah. Formasi yang tersedia minim, kasihan kami yang sudah lama mengabdi, kenapa harus tersingkir oleh yang baru?” ungkap mereka.

Tuntutan para honorer ini langsung mendapat respon dari Pemerintah Daerah melalui Sekretaris Daerah (Sekda) dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Sebanyak 20 perwakilan honorer diajak berdialog dan diberi kesempatan untuk menyampaikan tuntutan mereka.

Sekda Kabupaten Way Kanan, Saipul, S.Sos, menyampaikan bahwa Pemda mendengar keluhan para honorer dan tidak akan tinggal diam. “Kami sedang menunggu petunjuk teknis (juknis) dari pemerintah pusat. Kami pastikan bahwa seluruh honorer R2 dan R3 di Kabupaten Way Kanan yang tidak mendapatkan kuota saat ini akan diangkat menjadi PPPK paruh waktu,” ujarnya.

Salah satu peserta aksi damai merespons dengan tegas, “Kami akan menunggu janji tersebut, tapi jika tidak ada realisasi, kami akan mengerahkan lebih banyak massa lagi.” (Agus)

Nelayan Pantura Tangerang Klaim Pemasangan Pagar Bambu di Pesisir Laut

Tangerang – Sekelompok nelayan yang mengaku mewakili Nelayan Pantai Utara (Pantura) Kabupaten Tangerang mengakui bahwa mereka…