Banjir di Bandar Lampung, Warga Masih Terus Berjuang

Bandar Lampung – Banjir yang melanda Perumahan Tanjung Raya Permai di Jalan Seroja, Kelurahan Pematang Wangi,…

Pemprov Lampung Jelaskan Alasan Penertiban Lahan Eks PTP

Lampung – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung akhirnya mengungkapkan alasan di balik penertiban 43 rumah warga yang berdiri di atas lahan seluas 218,73 hektar di Desa Sabah Balau, Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan. Penertiban yang dilakukan pada 12 Februari 2025 ini telah memicu perhatian besar dari masyarakat setempat.

Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Lampung, melalui Kepala Bidang Pengelolaan Aset Daerah, Meydiandra Eka Putra, menjelaskan bahwa sebelum penertiban dilakukan, Pemprov Lampung telah mengambil berbagai langkah mitigasi. Menurut Meydi, lahan yang menjadi sengketa tersebut telah sah menjadi aset milik negara sejak tahun 1991, setelah pelepasan lahan oleh PT Perkebunan (ex PTP).

“Alasan utama Pemprov Lampung memiliki tanah ini adalah adanya dokumen pelepasan resmi dari PTP pada tahun 1991. Kami juga telah mengonfirmasi hal ini kepada PT Perkebunan Nusantara 7 (PTPN 7), dan berdasarkan surat klarifikasi yang mereka keluarkan pada 2021, mereka memastikan bahwa lahan tersebut tidak pernah diserahkan kepada masyarakat,” ungkap Meydi di ruang kerjanya pada Jumat, 21 Februari 2025.

Klarifikasi yang dikeluarkan oleh PTPN 7, dalam surat nomor ASB/D/25/2021, memuat dua poin penting. Pertama, PT Perkebunan X pada tahun 1991 menyerahkan hak atas tanah tersebut kepada negara, dengan status dikuasai langsung oleh negara dan tanpa ada transaksi pemindahtanganan ke masyarakat. Kedua, meskipun tanah ini tidak dapat lagi digunakan untuk budidaya karet, perusahaan mengambil langkah untuk menjaga aset tersebut tetap terkelola, salah satunya melalui pengelolaan oleh koperasi karyawan yang terdaftar di Perkebunan Karet Kedaton.

Setelah pelepasan lahan tersebut, Pemprov Lampung kemudian menerbitkan sertifikat atas tanah tersebut melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN). Meydi menegaskan bahwa jika ada pihak yang meragukan kepemilikan Pemprov Lampung atas tanah tersebut, mereka dapat memverifikasi sertifikat yang telah dikeluarkan oleh BPN.

Meydi juga menjelaskan mengenai Surat Keterangan Tanah (SKT) yang digunakan sebagian warga sebagai dasar untuk bertahan di atas lahan tersebut. SKT ini, katanya, diberikan oleh PTP pada masa lalu sebagai langkah pengamanan aset, mengingat lahan tersebut awalnya berupa rawa yang tidak cocok untuk budidaya karet. PTP memberikan hak garap atas sebagian lahan kepada karyawan dengan sejumlah ketentuan, seperti kewajiban untuk mengembalikan lahan dalam keadaan kosong jika diperlukan, serta larangan untuk memindah tangankan lahan kepada pihak lain.

Sejak 2012, Pemprov Lampung sebenarnya sudah memberikan peringatan kepada warga yang menempati lahan tersebut, yang pada awalnya hanya berjumlah enam rumah. Saat itu, pemerintah juga menawarkan solusi melalui konvensi untuk memberikan perhatian kepada warga. Namun, meski telah diberikan kesempatan, jumlah rumah justru semakin bertambah hingga akhirnya penertiban harus dilakukan pada 2025.

“Saya ingin mengingatkan bahwa penertiban ini bukan tanpa alasan. Kami sudah melakukan berbagai langkah sebelumnya, namun masyarakat tetap bertahan. Penertiban ini adalah langkah terakhir setelah berbagai upaya mitigasi yang tidak membuahkan hasil,” tutup Meydi.

Sementara itu, warga yang rumahnya digusur terus menggugat hak mereka atas properti yang kini telah rata dengan tanah, termasuk kekhawatiran mereka akan masa depan kehidupan mereka setelah penertiban tersebut.

Diduga Rem Blong, Minibus Isuzu Panther Seret Pick Up L300 hingga Tabrak Pemotor di Teluk Betung Barat

Bandar Lampung – Sebuah kecelakaan lalu lintas terjadi di ruas Jalan Morotai, Kecamatan Teluk Betung Barat, Kelurahan Sukarame Dua, Kota Bandar Lampung, pada Jumat (21/02/2025). Kecelakaan ini diduga disebabkan oleh rem blong pada sebuah minibus Isuzu Panther bernomor polisi BE 1185 GQ yang dikendarai oleh Berna Metral.

Minibus tersebut berasal dari Pondok Pesantren Al-Islah, Kabupaten Lampung Tengah, dan sedang dalam perjalanan menuju salah satu pondok pesantren di daerah Kelurahan Batu Putuk. Kendaraan ini membawa sepuluh santri. Namun, di tengah perjalanan, sopir kehilangan kendali akibat dugaan rem blong, yang akhirnya mengakibatkan kecelakaan.

Foto: Asep

Naas, dari arah berlawanan, satu unit pick up Mitsubishi L300 dengan nomor polisi BE 9727 CF yang sedang menuju Tanjungkarang berada tepat di depan minibus yang tak terkendali tersebut. Akibatnya, tabrakan pun tak terhindarkan. Minibus menghantam bagian tengah kabin pick up dan menyeretnya sejauh 10 meter.

Akibat insiden ini, pengemudi pikap mengalami terkilir pada tangan kanan karena menahan kuatnya dorongan dari minibus yang melaju tanpa kendali.

Sementara itu, David, seorang warga Lempasing yang mengendarai sepeda motor Honda Vario dengan nomor polisi BE 2433 AIF, juga menjadi korban. Kendaraannya mengalami kerusakan berat akibat terbentur dan terseret oleh kendaraan di depannya, karena pada saat kejadian, ia berada tepat di belakang pick up yang terdorong oleh minibus.

Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan ini. Namun, kerusakan cukup parah terjadi pada ketiga kendaraan yang terlibat.

Saat ini, insiden tersebut ditangani oleh Satuan Lalu Lintas Unit Laka Lantas Polresta Bandar Lampung guna penyelidikan lebih lanjut. Pihak kepolisian mengimbau agar pengendara selalu memastikan kondisi kendaraan dalam keadaan prima sebelum berkendara untuk menghindari kejadian serupa di masa mendatang.

Anak 8 Tahun Tenggelam dan Hilang di Sungai Musi saat Berwisata di Palembang

PALEMBANG – Seorang anak laki-laki berusia sekitar 8 tahun dilaporkan tenggelam di Sungai Musi, Kota Palembang, pada Minggu (09/02/2025) sekitar pukul 02:00 WIB. Korban, yang diketahui berasal dari kawasan Tiga Ulu, hilang setelah mencoba mengambil uang yang jatuh ke dalam sungai.

Kronologi peristiwa bermula saat korban bersama dua saudara kandungnya sedang bermain di tepi sungai. Saat mereka sedang bermain, uang yang ada di dalam kantung salah satu anak jatuh ke dalam air. Korban yang berusaha mengambil uang tersebut melompat ke sungai, namun setelah itu ia tidak terlihat lagi dan tenggelam.

Dalam kepanikan, kedua adik korban mencari-cari dan bertanya kepada warga sekitar. Salah seorang dari adik korban sempat berteriak, “Mana kakak?” namun hingga saat ini, jasad korban masih belum ditemukan.

Pencarian terus dilakukan oleh warga setempat, namun kondisi air yang cukup deras dan dalam menyulitkan usaha pencarian. Hingga berita ini diterbitkan, korban masih dalam proses pencarian oleh tim SAR dan warga setempat.

Kejadian ini membuat seluruh warga sekitar cemas, dan berharap jasad korban segera ditemukan. Keluarga korban sangat berharap adanya pertolongan untuk menemukan anak mereka yang tenggelam di Sungai Musi. (Susan)

Kades Way Huwi Minta Camat Jatiagung Tak Membodohi Publik

Lampung Selatan — Camat Jatiagung, Firdaus Adam, mendapat kritik terkait pernyataannya di media yang menyebutkan bahwa izin usaha dan PBG Water World mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No 6 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah. Kepala Desa Way Huwi, Muhammad Yani, menanggapi pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa informasi yang disampaikan Firdaus Adam cenderung membingungkan dan dapat menyesatkan publik.

“Saya berani katakan, keterangan tersebut membodohi kita semua dan mengelabui publik. Mungkin beliau kurang membaca buku. PP yang beliau sebutkan, yaitu PP No. 6 Tahun 2021, sebenarnya mengatur tentang penataan dan pengelolaan tanah untuk pembangunan infrastruktur negara, bukan tentang perizinan berusaha di daerah,” terang M. Yani, pada Senin, 29 Januari 2025.

M. Yani menjelaskan bahwa PP No. 6 Tahun 2021 bertujuan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur negara serta pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan cara menata dan mengelola tanah secara efektif dan efisien. PP ini juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan pembangunan dengan kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup.

“Dalam PP ini, pemerintah menetapkan beberapa prinsip yang harus diikuti, seperti prinsip keadilan sosial, kelestarian lingkungan hidup, serta keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup,” jelasnya.

Dampak yang diharapkan dari implementasi PP No. 6 Tahun 2021 adalah percepatan pembangunan infrastruktur dan peningkatan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dengan kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, Muhammad Yani menekankan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap implementasi PP ini agar prinsip-prinsip yang ada dapat dijalankan dengan baik.

“Jika tidak diterapkan dengan baik, PP ini berpotensi menyebabkan dampak negatif, seperti kerusakan lingkungan hidup atau bahkan konflik antara pemerintah dan masyarakat,” pungkasnya.

Ketua LMPI Lampung Alisa Hendra Soroti Konflik Lahan di Desa Way Huwi: Negara Diminta Hadir untuk Rakyat, Tidak Ada Institusi yang Pihakkan

LAMPUNG SELATAN – Ketua Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI) Markas Daerah Provinsi Lampung, Alisa Hendra, bersama Ketua LMPI Marcab Lampung Selatan Hairul A Nasution, Ketua LMPI Marcab Tanggamus Iskandar Haris, serta jajaran pengurus LMPI Provinsi Lampung, mengadakan pertemuan untuk membahas persoalan terkait fasilitas umum, termasuk lapangan dan tanah makam di Desa Way Huwi, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan. Masalah ini timbul setelah klaim dari PT. Budi Tata Semesta (BTS), anak perusahaan CV Bumi Waras (BW), yang mengaku memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang diterbitkan oleh BPN pada 1996. Pada Februari 2024, PT BTS menutup lapangan tersebut dengan pagar beton, meskipun lahan itu sudah digunakan sebagai fasilitas umum sejak 1968.

Desa Way Huwi Minta Negara Hadir

Warga dan pemerintah desa Way Huwi telah melaporkan masalah ini ke sejumlah lembaga negara, termasuk DPR RI, DPD RI, Satgas Mafia Tanah, KemenATR/BPN, Kemenkopolhukam, Ombudsman, Kapolri, Kejagung RI, hingga Wakil Presiden RI, dengan harapan agar negara dapat hadir dan menyelesaikan masalah tersebut. Kepala Desa Way Huwi, Muhammad Yani, menyebutkan bahwa respons dari Wakil Presiden dan beberapa lembaga negara menunjukkan perhatian yang besar terhadap masalah ini. Selain itu, dukungan juga datang dari sejumlah organisasi masyarakat, termasuk Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI).

Arogansi dan Ketidakadilan Terhadap Fasilitas Umum

Alisa Hendra menegaskan bahwa pemagaran lapangan umum yang telah digunakan lebih dari 56 tahun oleh warga desa merupakan tindakan arogan dan kesewenang-wenangan. Ia meminta agar negara hadir untuk melindungi kepentingan rakyat dan memastikan keadilan sosial. “Lapangan ini telah digunakan sejak 1968, jauh sebelum SHGB PT BTS diterbitkan pada 1996. Kami berharap negara memeriksa lebih lanjut bagaimana proses penerbitan SHGB ini, serta mempertanyakan tujuan dan prosedur yang melatarbelakanginya,” kata Hendra.

Tantangan terhadap Praktik Mafia Tanah

Hendra juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dugaan mafia tanah yang beroperasi di wilayah tersebut, dan meminta agar Kejaksaan Tinggi Lampung dapat menindaklanjuti dengan mengungkap praktik KKN yang mungkin terlibat. Ia menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah oleh oknum-oknum yang berusaha menguasai tanah rakyat demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Harapan kepada Presiden Prabowo

LMPI berharap agar Presiden Prabowo memerintahkan instansi terkait untuk menyelidiki lebih dalam mengenai SHGB PT BTS dan tanah lainnya di Desa Way Huwi. Alisa Hendra menegaskan bahwa prinsip pengelolaan tanah di Indonesia harus mengutamakan keadilan sosial sesuai dengan UUD 1945 dan Undang-Undang Pokok Agraria, yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam harus dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, LMPI berencana membawa permasalahan ini ke DPR RI dan Presiden Prabowo, dengan harapan agar SHGB yang diklaim oleh PT BTS dibatalkan.

Dengan harapan agar hak rakyat dilindungi dan keadilan ditegakkan, LMPI siap mendukung perjuangan warga Desa Way Huwi untuk mempertahankan fasilitas umum yang selama ini mereka gunakan.

Imbas Tawuran, Seorang Pria Tewas Terjatuh dari Jembatan di Bekasi

BEKASI – Seorang pemuda berinisial IS ditemukan tewas di jembatan dekat Perumahan GDC, Jalan Pulo Timaha,…

Mahfud MD Soroti Polemik Pagar Laut: Aneh, Harusnya Segera Nyatakan Kasus Pidana

TANGERANG – Mantan Menko Polhukam RI Mahfud MD memberikan perhatian pada polemik seputar pagar laut di…

Misteri Tanah 114.700 m² di Sungkai Jaya Memasuki Babak Baru

Lampung Utara – Sengketa tanah seluas 114.700 m² di Desa Sri Agung, Kecamatan Sungkai Jaya, Lampung Utara, akhirnya memasuki babak baru. Kasus yang melibatkan ahli waris Almarhum Aap Gunawan ini menarik perhatian setelah pihak kepolisian dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) turun tangan untuk mengungkap fakta di lapangan.

Petugas gabungan melakukan pengukuran ulang dengan membawa alat ukur dan dokumen pendukung untuk memastikan kesesuaian data dalam sertifikat hak milik dengan kondisi di lapangan. Langkah ini menjadi sorotan publik, mengingat sengketa tersebut telah berlangsung selama bertahun-tahun.

“Pengukuran ini adalah upaya untuk melindungi hak-hak ahli waris Almarhum Aap Gunawan,” ujar Rozali, SH., kuasa hukum ahli waris. Ia menegaskan pentingnya langkah ini untuk menyelesaikan sengketa yang telah lama memecah masyarakat.

“Pengukuran ulang tanah adalah proses krusial dalam penyelesaian sengketa. Data akurat mengenai luas dan batas-batas tanah sangat diperlukan untuk menghindari kesalahan,” tambah Rozali.

Meski proses pengukuran telah dilakukan, pihak BPN Lampung Utara belum memberikan pernyataan resmi. Mereka menyatakan akan menunggu hasil pengukuran sebelum mengambil langkah lebih lanjut.

Di sisi lain, Hendra Setiadi, oknum anggota DPRD Lampung Utara yang disebut sebagai terlapor dalam sengketa ini, memilih bungkam saat dimintai keterangan.

Pengukuran tanah tersebut turut disaksikan oleh Kepala Desa Sri Agung, Amirudin, serta saksi-saksi dari kedua belah pihak. Langkah ini diharapkan menjadi awal penyelesaian konflik tanah yang telah lama berlangsung. (Tim)

Kasus Bullying di SMPN 1 Sukau, Video Beredar Coreng Nama Sekolah

Lampung Barat – Sebuah video berdurasi 29 detik yang menunjukkan perundungan viral di media sosial, mencuri perhatian publik. Video tersebut memperlihatkan aksi dugaan perundungan yang terjadi di SMP Negeri 1 Sukau, Kabupaten Lampung Barat, pada Rabu, 22 Januari 2025.

Dalam video tersebut, sekelompok anak perempuan yang mengenakan seragam sekolah tampak mengelilingi seorang anak perempuan lainnya sambil melontarkan kata-kata kasar dalam bahasa Lampung. Kejadian yang memprihatinkan ini mendapat sorotan dari masyarakat setempat dan menodai reputasi sekolah tersebut. Korban, yang mengenakan seragam putih-biru, terlihat mendapatkan perlakuan kasar, termasuk pemukulan dan kata-kata tidak pantas dari beberapa pelaku yang ada dalam video tersebut.

Wakil Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Sukau, Rustam Effendy, mengungkapkan bahwa pihaknya pertama kali mengetahui video ini pada Minggu, 19 Januari 2025. Ia pun telah memanggil semua pihak yang terlibat, termasuk orang tua masing-masing.

“Kami baru mengetahui video tersebut pada Minggu kemarin. Kami sudah memanggil anak-anak yang terlibat. Dari hasil pemeriksaan, terungkap bahwa peristiwa ini terjadi pada bulan Agustus tahun lalu, tepatnya saat jam pulang sekolah, dan di SDN 1 Buay Nyerupa, yang berada di depan sini,” kata Rustam.

Rustam juga menyatakan bahwa pihak sekolah akan memfasilitasi mediasi antara pelaku dan korban beserta wali muridnya. “Rencananya, pada Sabtu mendatang, kami akan mengadakan mediasi kekeluargaan antara orang tua pelaku dan korban di sekolah,” jelasnya.

Lebih lanjut, Rustam menegaskan bahwa pihak sekolah akan mengambil tindakan tegas terhadap empat anak yang diduga sebagai pelaku bullying. “Dalam video itu, hanya ada empat anak yang terlibat langsung sebagai pelaku, sementara yang lainnya hanya menyaksikan. Untuk keempat anak ini, kami akan menyarankan agar mereka mencari lingkungan baru, atau bahkan bisa dikeluarkan dari sekolah, dengan alasan untuk menghindari trauma bagi korban. Jika mereka bertemu terus, korban bisa merasa takut,” tegas Rustam Effendy. [*]