Desa Way Huwi Gelar Pembagian Sembako dan Santunan Anak Yatim Jelang Idul Fitri 1446 H

Lampung Selatan – Aparatur pemerintah Desa Way Huwi, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, melaksanakan pembagian sembako dan santunan anak yatim piatu di kediaman Kepala Desa Way Huwi pada Rabu (26/03/2025).

Program ini merupakan bentuk kepedulian dari pemerintah Desa Way Huwi, bekerja sama dengan para pelaku usaha dan stakeholder setempat, untuk warga sekitar Way Huwi, jelas Muhammad Yani, Kepala Desa Way Huwi.

Kegiatan yang diberi nama Way Huwi Berbagi dan Santunan Anak Yatim Piatu ini, merupakan agenda rutin yang dilaksanakan setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri sejak tahun 2022 hingga saat ini.

“Kegiatan ini sudah menjadi tradisi kami di desa, dan kami berharap dapat terus terlaksana,” tambah M. Yani.

Menurut M. Yani, sekitar tiga ratus orang menerima bantuan sembako dan santunan anak yatim piatu pada kesempatan ini.

“Kami berharap kegiatan ini dapat terus berlanjut setiap tahunnya, bahkan kami bertekad agar tahun depan kegiatan ini lebih meriah dan jumlah sembako yang dibagikan lebih banyak,” ujarnya.

Di sela acara, Yani juga menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam kegiatan ini, termasuk aparatur pemerintah Desa Way Huwi, pemilik usaha, dan para donatur.

“Semoga kegiatan ini menjadi ladang amal ibadah bagi kita semua,” ungkapnya.

Yani juga mengingatkan warga Way Huwi yang hendak mudik untuk berhati-hati di perjalanan dan menjaga keamanan serta ketertiban masyarakat (Kamtibmas) agar tetap kondusif.

Program Way Huwi Berbagi dan santunan anak yatim piatu akan terus dilaksanakan setiap tahunnya. Saat ini, Desa Way Huwi telah berhasil masuk dalam kategori desa Mandiri. Di penghujung acara, M. Yani mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 H, Minal Aidzin Wal Faidzin, serta memohon maaf lahir dan batin.

Kades Way Huwi Minta Camat Jatiagung Tak Membodohi Publik

Lampung Selatan — Camat Jatiagung, Firdaus Adam, mendapat kritik terkait pernyataannya di media yang menyebutkan bahwa izin usaha dan PBG Water World mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No 6 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah. Kepala Desa Way Huwi, Muhammad Yani, menanggapi pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa informasi yang disampaikan Firdaus Adam cenderung membingungkan dan dapat menyesatkan publik.

“Saya berani katakan, keterangan tersebut membodohi kita semua dan mengelabui publik. Mungkin beliau kurang membaca buku. PP yang beliau sebutkan, yaitu PP No. 6 Tahun 2021, sebenarnya mengatur tentang penataan dan pengelolaan tanah untuk pembangunan infrastruktur negara, bukan tentang perizinan berusaha di daerah,” terang M. Yani, pada Senin, 29 Januari 2025.

M. Yani menjelaskan bahwa PP No. 6 Tahun 2021 bertujuan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur negara serta pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan cara menata dan mengelola tanah secara efektif dan efisien. PP ini juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan pembangunan dengan kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup.

“Dalam PP ini, pemerintah menetapkan beberapa prinsip yang harus diikuti, seperti prinsip keadilan sosial, kelestarian lingkungan hidup, serta keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup,” jelasnya.

Dampak yang diharapkan dari implementasi PP No. 6 Tahun 2021 adalah percepatan pembangunan infrastruktur dan peningkatan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dengan kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, Muhammad Yani menekankan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap implementasi PP ini agar prinsip-prinsip yang ada dapat dijalankan dengan baik.

“Jika tidak diterapkan dengan baik, PP ini berpotensi menyebabkan dampak negatif, seperti kerusakan lingkungan hidup atau bahkan konflik antara pemerintah dan masyarakat,” pungkasnya.

Kini Warga Desa Way Huwi juga Mengadu ke Komisi I DPRD Lampung Selatan

Lampung Selatan — Konflik agraria di Desa Way Huwi, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel) masih berlanjut. Hal ini terlihat saat warga setempat, bersama tokoh adat dan pemerintah desa mendatangi kantor DPRD Lampung Selatan pada Selasa (14/1/2025).

Kehadiran mereka untuk memperjuangkan keberadaan lapangan sepak bola dan area pemakaman yang telah lama digunakan sebagai fasilitas umum oleh masyarakat.

Masalah ini bermula dari klaim Hak Guna Bangunan (HGB) yang diajukan oleh PT. BTS, anak dari perusahaan CV. Bumi Waras (BW). Klaim tersebut dinilai mengabaikan aset yang selama ini digunakan oleh masyarakat.

Diketahui sebelumnya, Kepala Desa Way Hui, Muhammad Yani, menjelaskan bahwa lahan tersebut sudah menjadi milik desa sejak tahun 1968, termasuk tanah pemakaman yang telah digunakan oleh masyarakat setempat. Ia juga menyebutkan adanya kesalahan dan dugaan malpraktik dalam proses penerbitan HGB untuk PT BTS.

“Kami meminta agar HGB yang diberikan kepada perusahaan tersebut tidak diperpanjang dan pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini,” kata M. Yani.

Masyarakat menduga adanya praktik mafia tanah dalam kasus ini

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa masalah ini bukan hanya terjadi di Desa Way Huwi, tetapi juga di beberapa daerah lain di Lampung.

“Ada oknum mafia tanah yang terlibat dalam praktik ilegal yang merugikan masyarakat dan negara,” tegasnya.

Kades Way Hui juga mendesak Presiden, Menteri ATR/BPN, dan Satgas Mafia Tanah untuk segera menindaklanjuti masalah ini sesuai dengan visi misi Pemerintah yang ingin memberantas mafia tanah di seluruh Indonesia.

Muhammad Yani mengungkapkan bahwa, menurut peta situasi rencana pemberian SHGB pada tanggal 10 April 1996 dan peta izin lokasi pada tanggal 3 mei 1996 lapangan sepak bola dan pemakaman tersebut sudah dikeluarkan bersamaan dengan kantor TVRI oleh BPN Lampung Selatan aneh nya pada tanggal 28 Agustus 1996 tanah lapangan olah raga masuk didalam peta SHGB PT. BTS. Lapangn sepak bola dan tanah kuburan telah gunakan jauh sebelum PT. BTS hadir. Masyarakat juga menduga adanya indikasi praktik mafia tanah yang melibatkan pihak-pihak tertentu.

“Proyek real estate yang diajukan oleh PT. BTS tidak pernah terealisasi sudah 29 tahun, namun sekarang tanah yang kami gunakan untuk fasilitas umum malah diklaim,” jelas Muhammad Yani.

Mengadu ke DPRD Lamsel Tuntut Pembatalan Klaim Lahan

Kini Warga Desa Way Huwi juga Mengadu ke Komisi I DPRD Lampung Selatan
Foto: Istimewa

Mantan Kapolda Lampung sekaligus Tokoh adat Lampung dan Tokoh Masyarakat, Irjen Pol. (Purn) Drs. H. Ike Edwin, SH., MH., MM., yang turut hadir juga menjelaskan sejarah tanah tersebut. Ia menyebutkan bahwa tanah tersebut merupakan tanah adat Kedamaian yang dihuni sejak 1939 oleh masyarakat transmigran dari Pulau Jawa.

Pada tahun 1970-an, Sekdes bersama Kepala Desa mengajukan tanah tersebut untuk digunakan sebagai lapangan sepak bola dan pemakaman, yang disetujui pemerintah tanpa ada masalah.

“Kenapa pada 1996 CV. BW tiba-tiba mengajukan izin HGB dan memagar tanah tersebut? Yang lebih aneh, peta BPN tidak mencantumkan lapangan dan makam yang sudah ada,” kata Ike Edwin.

Ia juga menambahkan bahwa pada tahun yang sama, izin HGB diterbitkan sebanyak tiga kali untuk area seluas 350 hektare, yang semakin menimbulkan pertanyaan besar bagi masyarakat.

Ketua Komisi I DPRD Lamsel, Agus Sartono yang di dampingi Wakil Ketua Komisi I, Jenggis Khan Haikal dan beberapa Anggota dari Komisi I, menyatakan dukungannya terhadap perjuangan warga. Ia menyoroti perlunya kejelasan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait penerbitan izin HGB tersebut.

“Kami akan memanggil BPN dan pihak PT. BTS untuk mencari solusi. Mengapa HGB diterbitkan di atas tanah yang sudah lama digunakan masyarakat? Pihak BPN dan perusahaan harus menyelesaikan masalah ini dengan hati nurani,” tegas Agus.

Agus Sartono optimis bahwa perjuangan masyarakat ini akan berakhir dengan solusi yang baik, agar fasilitas umum yang telah lama digunakan oleh warga dapat tetap dipertahankan.

Warga Desa Way Huwi Sambangi Tokoh Lampung, Meminta Dukungan Terkait Sengketa Tanah Fasum dan Fasos

Lampung Selatan – Puluhan warga dari Desa Way Huwi, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, mendatangi tokoh Lampung, Irjen Pol (Purn) Drs. H. Ike Edwin, SH., MH., MM., di Lamban Gedung Kuning (LGK), Sukarame, Bandar Lampung, pada Jumat malam (3/1/2025). Kedatangan mereka bertujuan untuk meminta bantuan dan dukungan terkait sengketa tanah yang menjadi fasilitas umum (Fasum) dan fasilitas sosial (Fasos) berupa tanah kuburan dan lapangan sepak bola yang kini dikuasai oleh PT. Budi Tata Semesta (PT. BTS), anak perusahaan dari CV. Bumi Waras.

Menurut warga, tanah tersebut telah digunakan oleh masyarakat Desa Way Huwi sejak tahun 1968 tanpa gangguan apapun, hingga beberapa bulan terakhir ketika PT. BTS mulai memagar lahan tersebut. Mereka menjelaskan bahwa tanah kuburan dan lapangan bola merupakan fasum dan fasos yang tidak seharusnya dikuasai oleh pihak swasta.

Warga Desa Way Huwi Sambangi Tokoh Lampung, Meminta Dukungan Terkait Sengketa Tanah Fasum dan Fasos
Tokoh Lampung, Dang Ike Edwin dan Kepala Desa Way Huwi, Muhammad Yani. Foto: Ist

Kronologi Sengketa Tanah

Warga mengungkapkan bahwa awalnya, tanah tersebut tercatat dalam peta situasi yang diterbitkan oleh BPN Lampung Selatan pada 10 April 1996, dengan SK nomor: 400/KPLS.72/IL/96. Lalu, pada 3 Mei 1996, BPN Lampung Selatan mengeluarkan peta petunjuk lokasi untuk PT. BTS dalam rangka pengajuan izin lokasi. Namun, lokasi fasum dan fasos yang dimaksudkan tidak termasuk dalam peta petunjuk tersebut.

Pada bulan Agustus 1996, PT. BTS malah menerima sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan) untuk tanah yang sudah jelas sebelumnya tercatat sebagai fasos dan fasum. Warga pun mempertanyakan keputusan tersebut, mengingat tanah yang dikuasai PT. BTS seharusnya tetap digunakan untuk kepentingan umum. Bahkan, tanah seluas 350 hektar yang diklaim PT. BTS seharusnya diperuntukkan untuk pembangunan perumahan (Real Estate), tetapi hingga hampir 30 tahun sejak penerbitan HGB pada 1996, belum ada pembangunan yang terealisasi.

Yang lebih memprihatinkan lagi, beberapa bulan lalu pihak PT. BTS mulai memagar lapangan olahraga yang telah digunakan oleh warga desa untuk kegiatan bersama. Warga mengungkapkan, bahkan Kepala Desa Way Huwi, Muhammad Yani, juga dilaporkan oleh PT. BTS ke Polda Lampung dengan tuduhan penyerobotan tanah. Padahal, pembangunan sarana olahraga tersebut sudah melalui musyawarah dengan masyarakat dan menggunakan dana desa.

Harapan Warga kepada Dang Ike

Warga berharap, melalui pertemuan ini, Irjen Pol (Purn) Ike Edwin atau biasa disapa Dang Ike bisa memberikan solusi untuk menyelesaikan masalah sengketa tanah ini, agar fasilitas umum dan sosial yang sudah ada sejak lama tersebut bisa tetap dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Way Huwi.

“Kami berharap Dang Ike sebagai tokoh dan mantan Kapolda Lampung bisa membantu kami. Kami sudah berusaha menyelesaikan masalah ini dengan melapor ke berbagai instansi, mulai dari DPD RI, Gubernur Lampung, DPRD Kabupaten, hingga ke Wakil Presiden. Kami hanya ingin tanah ini tetap bisa digunakan oleh masyarakat,” ujar salah satu warga.

Dang Ike Edwin bersama masyarakat Desa Way Huwi. Foto: Ist

Tanggapan Dang Ike

Mendapatkan keluhan tersebut, Dang Ike menyatakan akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi warga. Namun, ia menekankan perlunya mempelajari data dan keterangan yang telah disampaikan oleh warga.

“Saya akan mempelajari masalah ini dengan seksama berdasarkan data dan informasi yang diberikan. Terima kasih kepada warga Desa Way Huwi yang telah datang dan mempercayakan masalah ini kepada saya,” kata Dang Ike.

Dalam kesempatan itu, ia juga mengingatkan pentingnya keberpihakan negara kepada kepentingan rakyat. Menurutnya, sesuai dengan amanat UUD 1945, tanah, air, dan seisinya dikuasai negara dan harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat.

“Jika tanah itu untuk kepentingan masyarakat, maka negara harus hadir untuk melindungi hak-hak rakyat, di atas kepentingan pribadi atau kelompok tertentu,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan para penyelenggara negara untuk selalu berpihak pada kepentingan rakyat, bukan pada kelompok atau individu tertentu.

“Sebagai tokoh Lampung, saya mengingatkan penyelenggara negara untuk benar-benar berpihak pada rakyat, bukan pada kepentingan pribadi atau kelompok.” Tutup Dang Ike. [Je]